BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Lingkungan itu bermacam-macam yang satu
dengan yang lain saling pengaruh-mempengaruhi berdasarkan fungsinya
masing-masing dan kelancaran proses dan hasil pendidikan. Sedangkan pendidikan
adalah upaya yang memang secara sadar terencana yang dilakukan melalui proses
untuk mengembangkan potensi dasar secara jasmani dan rohani agar bisa menggapai
segala tujuan. Sebagaimana pendidikan umumnya, kita mengetahui bahwa pendidikan
merupakan suatu kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia, baik dalam
lingkungan keluarga yaitu orang tua sebagai pendidik di dalam keluarga dan guru
di lingkungan sekolah.
Pengaruh serta timbal balik pendidikan di
sekolah, keluarga, dan masyarakat sangatlah penting karena itu sangat
menentukan kejiwaan serta tingkah laku anak didik dalam kehidupan sosial
masyarakat. Pemahaman peranan keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai
lingkungan pendidikan akan sangat penting dalam upaya membantu perkembangan
peserta didik yang optimal. Utamanya pemahaman itu mengenai keterkaitan dan
saling pengaruh antar ketiganya dalam perkembangan manusia. Sebab, pada
hakikatnya peranan ketiga pusat pendidikan itu selalu secara bersama-sama
mempengaruhi manusia.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa pengertian dari pendidikan Lingkungan?
2.
Bagaimana penafsiran dari ayat tentang pendidika
Lingkungan?
3.
Apa saja pengaruh Lingkungan pendidikan?
C.
Tujuan pembahasan masalah
1.
Mengetahui tentang pengertian Lingkungan pendidikan
2.
Mengetahui tentang penafsiran ayat-ayat tentang
Lingkungan Pendidikan
3.
Mengetahui tentang pengaruh Lingungan Pendidikan
D.
Batasan Masalah
Dalam
makalah ini, kami membatasi pembahasan hanya mengenai
tentang lingkungan pendidikan yang baik dan lingkungan pendidikan yang buruk,
dan ayat-ayat Al-Qur’an beserta tafsirnya dan pengaruh pendidikan lingkungan. Dengan demikian kami berharap pembahasan kami hanya
terfokus pada tema tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Lingkungan pendidikan yang baik
Berbicara
ligkungan dalm konteks pendidikan maka tidak akan terlepas dari apa yang dinamakan
ki hajar dewantara dengan penamaan tripusat pendidikan. Kihajar dewantara
mengatakan bahwa pendidikan berlangsung dalam tripusat pendidikan yaitu
keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan pendidikan adalah merupakan salah satu komponen
pendidikan yang menarik perhatian para ahli untuk mengkajinya.
ajaran-ajaran
Al-Qur;an, banyak sekali ayat-ayat yang berhubungan dengan lingkungan keluarga
ini. Al-qur’an telah mewanti-wanti agar keluarga memperhatikan pendidikan
anaknya supaya anaknya terhindar dari kelemahan baik lemah jasmani maupun
rohani .
Dalam konteks
sekarang, masjid adalah sekolah. Lingkungan sekolah dalam kaitannya pembentukan
tingkat keberhasilan anak dalam belajar, adalah sebagai lanjutan dari
pendidikan keluarga. Dalam perspektif islam, fungsi sekolah sebagai media
realisasi pendidikan berdasarkan pemikiran, aqidah dan syariah dalam upaya
penghambaan diri terhadap Allah dan mentauhidkan manusia terhindar dari dari
penyimpangan fitrahnya. Artinya, perilaku anak diarahkan agar tetap memperoleh
naluri keagamaan dan tidak keluar dari bingkai-bingkai norma-norma islam.
Demikian pula
anak disekolah tidak akan lepas dari pergaulan dengan teman sebayanya dalam
zarnuzi menyarankan agar memilih teman tidak sembarangan. Hendaknya teman itu
memiliki sifat yang belajar, dan berwatak istiqomah karena hal itu secara
langsung maupu tidak langung akan mempengaruhi. Teman yang satu akan
terpengaruh dengan teman yang lainnya. Sebagaimana diuraikan Zarnuzi dalam
Syairnya:
Janganlah
bertanya tentang kelakuan seseorang, tapi lihatlah siapa temannya. Karena
biasanya mengikuti temannya kalau temanmu berbudi buruk maka menjauhlah segera.
Dan bila temanmu berbudi baik maka bertemanlah dengannya, tentu kau akan
mendapat petunjuk.
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama karena manusia pertama
kalinya memperoleh pendidikan di lingkungan ini sebelum mengenal lingkungan
yang lain. Selain itu manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan
sejak dalam kandungan. Pendidikan keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Pendidikan Prenatal (pendidikan
dalam kandungan)
2. Pendidikan Postnatal (pendidikan
setelah lahir)
Dasar
tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan meliputi:
1. Motivasi cinta kasih yang menjiwai
hubungan orangtua dengan anaknya.
2. Motivasi kewajiban moral orangtua
terhadap anak.
3. Tanggung jawab sosial sebagai bagian
dari keluarga.
2. Lingkungan Sekolah
Karena
perkembangan peradaban manusia, orang tidak mampu lagi untuk mendidik anaknya.
Pada masyarakat yang semakin komplek, anak perlu persiapan khusus untuk
mencapai masa dewasa. Persiapan ini perlu waktu, tempat dan proses yang khusus.
Dengan demikian orang perlu lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian
fungsinya sebagai pendidik. Lembaga ini disebut sekolah. Dasar tanggung jawab
sekolah akan pendidikan meliputi:
1. Tanggung jawab formal kelembagaan
2. Tanggung jawab keilmuan
3. Tanggung jawab fungsional
3. Lingkungan masyarakat
Ada
5 pranata sosial (social institutions) yang terdapat di dalam lingkungan
sosial yaitu:
1.
pranata pendidikan, bertugas dalam upaya sosialisasi
2.
pranata ekonomi, bertugas mengatur upaya pemenuhan
kemakmuran
3.
pranata politik, bertugas menciptakan integritas dan
stabilitas masyarakat
4.
pranata teknologi, bertugas menciptakan teknik untuk mempermudah
manusia
5.
pranata moral dan etika, bertugas mengurusi nilai dan
penyikapan dalam pergaulan masyarakat.
Seperti
halnya di atas, yang dimaksud dengan lingkungan masyarakat ialah semua keadaan,
benda-benda, orang-orang, kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang ada
di sekeliling anak yang mempunyai pengaruh pada perkembangan dan pendidikan
anak. Lingkungan seperti yang dimaksud diatas,
B. Lingkungan
Pendidikan yang buruk
Seperti halnya
dengan adanya banyak group-group pada akhir-akhir ini, yang gerak tingkah
lakunya sebagian besar lebih mendekati dengan “gang-gang” di luar negeri.Sedang
yang dimaksud dengan pengaruh yang bersifat negatif ialah, segala macam
pengaruh yang menuju kepada hal-hal yang tidak baik dan merugikan baik, tidak
baik dan merugikan bagi pendidikan dan perkembangan anak sendiri.
Pengaruh yang bersifat negatif ini tidak terhitung banyaknya di dalam masyarakat. Dan anehnya, pengaruh yang negatif ini sangat mudah diterima oleh anak , dan sangat kuat meresap di hati anak. Anak yang tadinya baik di rumah, setelah mendapat pengaruh dari temannya, akhirnya bisa menjadi anak berandalan. Oleh karena itu menjadi tugas dari orang tua untuk selalu mengadakan pengawasan terhadap putra-putrinya. Orang tua harus tahu dan mengawasi selalu, dengan siapa anaknya itu bercampur gaul. Bukan maksudnya di sini untuk membeda-bedakan kawan, tetapi justru untuk menjaga, agar si anak tidak terlanjur memperoleh pengaruh-pengaruh yang tidak menginginkan.
Pengaruh yang bersifat negatif ini tidak terhitung banyaknya di dalam masyarakat. Dan anehnya, pengaruh yang negatif ini sangat mudah diterima oleh anak , dan sangat kuat meresap di hati anak. Anak yang tadinya baik di rumah, setelah mendapat pengaruh dari temannya, akhirnya bisa menjadi anak berandalan. Oleh karena itu menjadi tugas dari orang tua untuk selalu mengadakan pengawasan terhadap putra-putrinya. Orang tua harus tahu dan mengawasi selalu, dengan siapa anaknya itu bercampur gaul. Bukan maksudnya di sini untuk membeda-bedakan kawan, tetapi justru untuk menjaga, agar si anak tidak terlanjur memperoleh pengaruh-pengaruh yang tidak menginginkan.
C.
Ayat yang Membahas Tentang Lingkungan Pendidikan yang baik dan
buruk
1.
Surat Al-Imran ayat 110
öNçGZä.
uŽöyz
>p¨Bé&
ôMy_Ì÷zé&
Ĩ$¨Y=Ï9
tbrâßDù's?
Å$rã÷èyJø9$$Î/
š`tãcöqyg÷Ys?ur
Çx6ZßJø9$
Ì#tbqãZÏB÷sè?ur
«!$$Î/
3
öqs9ur
šã@÷dr&ÆtB#uä
É=»tGÅ6ø9$#
tb%s3s9
#ZŽöyz
Nßg©9
Nßg÷ZÏiB4
ãšcqãYÏB÷sßJø9$#
ãNèdçŽsYò2r&ur
tbqà)Å¡»xÿø9$#
ÇÊÊÉÈ
Kamu adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi meraka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.
Allah Ta’ala
memberitahukan ihwal umat ini bahwa meraka adalah umat terbaik. Allah beriman,
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia.” Al-bukhari meriwyatkan
dari Abu Hurairah sehubungan dengan dengan ayat, “ Kamu adalah umat terbaik
yang dilahirkan bagi manusia,” dia berkata, “kamu adalah sebaik-baik manusia
atas manusia lainnya. Dahulu kamu datang kepada mereka, sedang lehermu masih
dibelenggu, sebelum kamu masuk islam.” Demikian pula menurut riwayat Ibnu Abbas
dan sejumlah tabi’in. adapun maksud ayat ii adalah umat yang paling baik dan
paling berguna bagi umat lainnya. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Kamu
menyuruh kepada yang makruf, melarang dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah. “Imam Ahmad meriwayatkan dari Durrah
Bimti Abu Lahab, dia berkata,”Seseorang bangkit dan menuju Nabi SAW.
Ketika beliau berada dalam mimbar,lalu bertanya,”Ya Rasulullah,siapakah manusia
yang paling baik?’Beliau bersabda,’Manusia yang paling baik ialah yang paling
tenang, paling bertakwa, paling giat menyuruh epad yang makruf, paling gencar
melarang kemungkaran, dan paling rajin bersilaturrahmi.” Ayat diatas mencakup
seluruh umat pada setiap abad. Sebaik-baiknya era manusia ialah era manusia
pada saat Nabi SAW. Diutus, kemudian era generasi sesudahnya. Sebagaimana Allah
berfirman dalam ayat lain,”Demikianlah, kamu telah menjadikan kamu menjadi umat
pilihan agar kamu menjadi para saksi bagi umat manusia.[1]
Kata (كنتم) kuntum yang
digunakan ayat diatas, ada yang memahaminya sebagai kata kerja yang sempurna, (كان تامة) kana tammah sehingga
ia diartikan wujud, yakni kamu wujud dalm keadaan sebaik-baik umat. Da
juga yang memahaminya dalam arti kata kerja yang tidak sempurna (كان نا قصة) kana naqishah dan dengan
demikian ia mengandung makna wujudnya sesuatu pada masa lampau tanpa diketahui
kapan itu terjadi dan tidak juga mengandung isyarat bahwa ia pernah tidak ada
atau suatu ketika akan tiada. Jika demikian, maka ayat ini berarti kamu dahulu dalam ilu Allah adalah
sebaik-baik umat[2].
(sebaik-baiknya umat yang dikeluarkan) yang
ditampilkan –>ôMy_Ì÷zé&up¨Bé&Žöyz
Ĩ$¨Y=Ï9
tbrâßDù's?
Å$rã÷èyJø9$$Î/
šcöqyg÷Ys?ur
Çx6ZßJø9$`tã
Ì#tbqãZÏB÷sè?ur
«!$$Î/
3
öqs9ur
šÆtB#uä
ã@÷dr&
É=»tGÅ6ø9$#
tb%s3s9
(buat manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan melarang yang mungkar serta beriman kepada Allah). Sekiranya
Ahli kitab beriman, adalah ia). Yakni keimanan itu - ãšcqãYÏB÷sßJø9$# Nßg÷ZÏiB4Nßg©9#ZŽöyz (lebih baik bagi merek. Diantara mereka ada yang beriman) misalnya Abdullah Bin Salam
r.a dan sahabat-sahabatnya - bqà)Å¡»xÿø9ا$NèdçŽsYò2r&ur (tetapi kebanyakan mereka orang-orang yang fasik) kafir[3].
2.
Surat
Al-Israa’ ayat 16-17
QS. AL-Israa’ Ayat 16
!#sŒÎ)ur !$tR÷Šu‘r& br& y7Î=ök–X ºptƒös% $tRötBr& $pkŽÏùuŽøIãB (#qà)|¡xÿsù $pkŽÏù ¨,yÛsù $pköŽn=tæ ã$yg»tRö¨By‰sùAöqs)ø9$# #ZŽÏBô‰s? ÇÊÏÈ
Dan
apabila kami hendak mebinasakan suatu energi, maka kami member perintah kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu, lalu mereka berbuat fasik
didalamnya, mla sepantasnya berlaku baginya perkataan, kemudian kami
menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
Para
ahli qiraat berselisih dalam membaca amarna. Namun menurut qiraat yang
masyhur dibaca taktif. Maksud ayat, maka kami menyuruh mereka berbuat
ketaatan, lalu mereka melakukan keburukan sehingga mereka pun berhak mendapat
siksa. Penafsiran demikian diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari Ibnu Abbas.
Thabathaba’I mengemukakan dua makna dari kata (امر نا) amarna
kami perintahkan. Pertama, perintah melakukan ketaatan kepada-Nya, dan kedua
perintah melakukan kefasikan, tetapi bila makna kedua ini yang dipilih maka
ia bersifat majazi[4]$pkŽÏùuŽøIãB y$tRötBr& ºptƒös%
7Î=ök–X !br&$tR÷Šu‘r&#sŒÎ)ur (dan jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka kami
perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu) yakni orang-orang kaya yang dimaksud para
pemimpinnya, yaitu untuk taat kepada kami melalui lisan Rasul-rasul kami - $pkŽÏù(#qà)|¡xÿsù (tetapi mereka melakukan kefasikan di negeri itu) maka
menyimpanglah mereka dari perintah kami- ¨
$pköŽn=tæ,yÛsù (maka sudah sepantanya berlaku terhadapnya perkataan kami) azab
kami - #ZŽÏBô‰s? $yg»tRö¨By‰sù (kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya) artinya,
kami binasakan negeri itu dengan membinasakan penduduknya serta menghancurkan
negerinya[5].
Bila
pengantar negeri itu berfoya-foya , maka ini mengantar mereka melupakan
tugas-tugasnya serta mengabaikan hak-hak orang kebanyakan, lagi membiarkan
hidup miskin. Hal tersebut mengundang kecemburuan sosial, sehingga
merenggangkan hubungan masyarakat dan mengakibatkan timbulnya perselisihan dan
pertikaian yang melemahkan sendi-sendi bangunan masyarakat, dan yang pada
gilirannya meruntuhkan sistem yang diterapkan oleh penguasa-penguasa tersebut.
Ketika ituklah runtuh dan hancur masyarakat atau negeri tersebut. Ayat ini
merupakan salah satu hokum kemasyarakatan yang ditetapkan Al-Qur’an dan berlaku
bagi masyarakat apapun, serta dimana dan kapan pun, yakni apabila telah banyak
orang-orang mutraf, tanpa ada ynga meluruskan kebejatan mereka, sehingga
kebejatan merajalela dalam suatu masyarakat, maka ajal masyarakat itu segera
akan tiba.
QS. AL-Israa’ Ayat 17
öNx.ur
$uZõ3n=÷dr&
šÆÏB
Èbrãà)ø9$#
.`ÏB
ω÷èt/
8yqçR
3
4’s"x.ur
y7În/tÎ/
É>qçRä‹Î/
#MŽÎ7yz¾ÍnÏŠ$t6Ïã
#ZŽÅÁt/
ÇÊÐÈ
Dan
berapa banyak kaum sesudah Nuh telah kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Maha
Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.
Allah
Ta’ala berfirman guna memperingatkan kaum kafir Quraisy yang mendustakan rasul
mereka, yaitu Muhammad SAW. Bahwa Allah benar-benar telah membinasakan sejumlah
umat yang mendustakan Rasul setelah Nuh. Hal ini menunjukkan bahwa
generasi-generasi yang antara Adam dan Nuh meemgang Islam, sebagaimana dikemukakan
oleh Ibnu Abbas. Maksud ayat: Kamu, wahai orang-orang yang mendustakan, tidak
lebih mulia disisi Allah daripada mereka. Sesungguhnya kamu telah mendustakan
rasul-rasul yang paling mulia dan makhluk paling tinggi. Jadi, menyiksamu itu
lebih tepat dan lebih mengena.
Firman
Allah Ta’ala, “Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa
hamba-hamba-Nya.[6]
Setelah ayat yang lalu mengisyaratkan
tentang siksa yang dapat menimpa para pendurhaka, ayat ini menjelaskan salah
satu sunnatullah yang berlaku untuk jatuhnya siksa tersebut. Ayat ini
menyatakan: Dan jika kami berhak
membinasakan suatu negeri yang durhaka, sesuai dengan ketetapan dan
kebijakan kami, maka kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah
didalamnya, yakni di negeri itu, supaya menaati Allah dan Rasul-Nya, tetapi
mereka enggan lalu mereka melakukan kedurhakaan, yakni
penganiayaan dan perusakan di dalamnya, yakni di negeri itu, maka
sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan, yakni ketentuan kami,
maka kami menghancurkannya, yakni penduduk negeri itu dan atau bersama
negeri itu, sehancur-hancurnya sehingga mereka tidak bangkit lagi
sebagai satu orde atau sistem kemasyarakatan. Dan, atas dasar itu berapa
banyak generasi sesudah kebinasaan kaum Nuh telah kami binasakan disebabkan
oleh hal tersebut. Memang, boleh jadi ada yang ditangguhkan pembasannya, tetapi
itu bukan berarti mereka tidak akan dituntut dan disiksa. Karena itu,
serahkanlah segala urusan kepada Allah. Dan cukuplah Tuhanmu pemelihara
dan pelimpah aneka kebajikan kepadamu yang Maha Mengetahui lagi Maha Melihat
dosa hamba-hamba-Nya dan, dengan demikian, segala sesuatu akan dituntut
pertanggung jawabannya dan Allah akan membalas mereka sesuai dengan amal
perbuatan masing-masing.
Firman-Nya: (ؤإذأردناأن
نهلك قر ية) waidza
aradna an nuhlika qaryatan/ dan jika hendak membinasakan suatu negeri dapat
member kesan bahwa kehendak-Nya itu mendahului
kedurhakaan mereka, dan karena kehendak-Nya itulah Allah memerintahkan orang-orang
yang hidup mewah dinegeri itu, lalu mereka melakukan kedurhakaan. Hal ini
tentu saja tidak dapat dipahami demikian. Mahasuci Allah dari kehendak buruk
terhadap seseorang apalagi suatu kaum. Atas dasar itu sementara ulama
menyisipkan kalimat pada susunan redaksi ayat ini seperti yang diatas. Ada juga
yang berpendapat bahwa dalam susunan redaksi ayat diatas terdapat bagian yang
didahulukan yang tempatnya dibelakang, demikian pula sebaliknya, atau apa yang
dikenal dengan istilah Taqdim wa Takhir. Thahir Ibn Asyur menganut
pendapat ini. Susunannya jika tanpa Taqdim wa Takhir itu lebih kurang
berbunyi: Dan kami bukanlah penyiksa-penyiksa sebelum kami mengutus seorang
rasul (ayat 15) dan memerintahkan orang-orang yang hidup mewah di
negeri itu untuk mengikuti tuntunan rasuk lalu mereka melakukan kedurhakaan
sehingga sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan kami, maka kami
menghancurkannya sehancur-hancurnya jika kami kehendaki. Dengan demikian,
firman-Nya pada awal ayat ini yang menyatakan dan jika kami hendak
membinasakan suatu negeri adalah
syarat bagi jatuhnya ketentuan Allah membinasakan satu negeri itu. Memang, apa
yang terjadi haruslah atas kehendak Allah SWT, dan kehendak-Nya itu bukanlah
kesewenang-wenangan, dan bukannya terjadi tanpa sistem yang ditetapkan dan
disampaikan pokok-pokok-Nya terlebih dahulu.
Anda boleh bertanya mengapa susunan
redaksi ayat ini berbunyi demikian? Thahir Ibn Asyur menjawab bahwa hal
tersebut agaknya disebabkan ayat ini bertujuan, disamping menyampaikan hakikat
diatas, juga sebagai sindiran ancamanbagi kaum musyrikin Mekkah, bahwa mereka
terancam mengalami apa yang mereka alami oleh umat-umat yang lalu[7].
ؤكم (Dan sudah berapa banyak) telah banyak -š Èbrãà)ø9$#ÆÏB $uZõ3n=÷dr&
(kami binasakan umat-umat) bangsa-bangsa-
.`ÏB
ω÷èt/
8yqçR
3
4’s"x.ur
y7În/tÎ/
É>qçRä‹Î/
#MŽÎ7yz¾ÍnÏŠ$t6Ïã
#ZŽÅÁt/
(sesudah Nuh. Dan cukuplah Rabbmu maha mengetahui
lagi maha melihat dosa hamba-hamba-Nya ) Dia mengetahui dosa-dosa mereka
yang tersembunyi dan dosa-dosa mereka yang terang-terangan. Lafaz Bidzunbi
bertalluq kepada Lafaz Khabiran dan Bashiran[8].
3.
Surat
Huud ayat 100-101
y7Ï9ºsŒ
ô`ÏB
Ïä!$t6/Rr&
3“tà)ø9$#
¼çmÁà)tR
šø‹n=tã
(
$pk÷]ÏB
ÒOͬ!$s%
Ó‰‹ÅÁymur
ÇÊÉÉÈ $tBur
öNßg»oYôJn=sß
`Å3»s9ur
(#þqßJn=sß
öNåk|¦àÿRr&
(
!$yJsù
ôMuZøîr&
öNåk÷]tã
ãNåkçJygÏ9#uä
ÓÉL©9$#
tbqããô‰tƒ
`ÏB
Èbrߊ
«!$#
`ÏB
&äóÓx«
$£J©9
uä!%y`
âöDr&
y7În/u‘
(
$tBur
öNèdrߊ#y—
uŽöxî
5=ŠÎ7÷Gs?
ÇÊÉÊÈ
“itulah sebagian dari berita-berita
negeri-negeri yang kami ceritakan kepadamu diantara negeri-negeri itu ada yang
masih tegak dan ada yang sudah dituai. Dan kami tidak menganiaya mereka, tetapi
merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri, maka tiadalah bermanfaat sedikit
pun bagi mereka sembahan-sembahan yang mereka selalu seru selin Allah, diwaktu
azab tuhanmu datang. Dan tidaklah mereka
(sembahan-sembahan itu) menambah bagi mereka kecuali kebinasaan.”
Ini adalah
penutup kisah-kisah para Rasul dan kaum mereka yang diuraikan oleh surah ini,
sekaligus pengantar bagi kelompok uraian baru tentang hari kemudian.
Sungguh kandungan berita-berita yang lalu serta susunan redaksinya
yang demikian mempesona menjadikan ia wajar ditunjuk oleh ayat ini dengan
isyarat jauh yakni “itu”. Selengkapnya ayat ini menyatakan: itulah yang sungguh
tinggi nilainya sebagian dari berita-berita penting negeri-negeri yang telah
kami binasakan yang kami sedang ceritakan kepadamu, wahai Muhammad, agar engkau
menyampaikannya kepada umatmu kiranya mereka mengambil pelajaran. Diantara
negeri-negeri itu ada yang masih tertinggal peninggalan- peninggalannya,
seperti tanaman yang berdiri tegak dan ada pula, yakni sebagiab lainnya, telah
musnah, hilang.
7Ï9ºsŒ (yang
demikian itu) hal yang telah
disebutkan tadi: lafaz dzalika berkedudukan menjadi mubtada sedangkan kabarnya
ialah Ï 3“tà)ø9$ä!$t6/Rr&#ô`ÏB šø‹n=tã¼çmÁà)tR (adalah
sebagian berita-berita negeri yang kami ceritakan kepadamu) hai Muhammad - $pk÷]ÏB (diantaranya)
diantara negeri-negeri itu[9]
- ( ÒOͬ!$s% ) qa’im(ada
yang masih terdapat bekas-bekasnya) yang dimaksud disini adalah
negeri-negeri yang memiliki peninggalan lama seperti cairo, mesir, dengan
pyramid dan sphinx: sana’a di yaman dengan peninggalan kaum saba’ dan Tubba’,
dan lain-lain yang tersebar, baik yang disebut dalam surah ini maupun selainnya
bahkan diselurh persada dunia[10].
‰‹ÅÁym- (yang
telah musnah) telah binas
berikut penduduknya, sehingga tidak ada bekasnya sama sekali. Perumpamaan
mereka sama dengan tanaman yang dipanen dengan memakai sabit.
öNßg»oYôJn=sß$tBur- (Dan
kami tidak menganiaya mereka) dengan
membinasakan mereka tenpa dosa - öNåk|¦àÿRr& (#þqßJn=sß`Å3»s9ur (tetapi
merekalah yang menganiaya dirinya sendiri) dengan
melakukan perbuatan syirik MuZøîأr !$yJsù
(karena itu tiadalah bermanfaat) tidak
ada gunanya - ãNåkçJygÏ9#uäöNåk÷]tã tbqããô‰tƒÓÉL©9$# (kepada
diri mereka, sesembahan-sesembahan yang mereka seru) yang mereka sembah - È «!$#brߊ`ÏB (selain
Allah) Huruf Min disini Zaidah atau tidak
mengandung makna - â
y7În/u‘öDr& &uä!%y` $£J©9 äóÓx«`ÏB (sedikit
pun, diwaktu perintah Rabbmu datang) yaitu
azabnya. öNèdrߊ#y—$tBur (Dan
sesembahan-sesembahan itu tidaklah menambah kepada mereka ) penyembahan mereka terhadapnya itu tidak dapat memberikan kepada
mereka - =ŠÎ7÷Gs? uŽöxî (selain
kerugian Belaka) yaitu kebinasaan.
D.
Pengaruh Pendidikan Lingkungan
1.
Pengaruh positif, yaitu lingkungan yang
memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak untuk
menerima, memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran Islam.
2.
Pengaruh negatif, yaitu lingkungan yang
menghalangi atau kurang menunjang kepada anak untuk menerima, memahami,
meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam.
3.
Pengaruh netral, yaitu lingkungan yang
memberikan dorongan untuk meyakini atau mengamalkan agama, demikian pula tidak
menghalangi anak-anak untuk meyakini dan mengamalkan ajaran Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian sebagaimana tersebut di atas, dapat dikemukakan beberapa catatan penutup
sebagai berikut:
1.
Lingkungan pendidikan adalah merupakan salah satu komponen
pendidikan yang menarik perhatian para ahli untuk mengkajinya.
2.
lingkungan pendidikan Islam merupakan suatu lingkungan yang
di dalamnya terdapatciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya
pendidikan Islam dengan baik
Ada 3 lingkungan pendidikan yaitu:
1. Lingkungan keluarga
2. Lingkungan sekolah
3. Lingkungan masyarakat
Lingkungan
Masyarakat keluarga merupakan awal pembentukan karakter manusia, khususnya
peran orang tua, yakni ayah dan ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jalaluddin Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi.
Tafsir Jalalain jilid 2
Iman Jalaluddin
Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi.
Tafsir Jalalain
jilid 1
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah volume 2,
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah volume 6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah volume 7
Muhammad Nasib Ar-rifa`I, tafsir ibnu katsir jilid 1,
Muhammad Nasib Ar-rifa`I, tafsir ibnu katsir jilid 3
[1] Muhammad Nasib
Ar-rifa`I, tafsir ibnu katsir jilid 1, hlm.564
[2]
M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah volume 2, hlm. 185
[3]
Iman Jalaluddin
Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Jalalain jilid 1. Hlm. 261
[4]
M. Quraish
Shihab. Tafsir Al-Misbah volume 7. Hlm. 432
[5]
Iman Jalaluddin
Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Jalalain jilid 2. Hlm. 1134
[6] Muhammad Nasib
Ar-rifa`I, tafsir ibnu katsir jilid 3, hlm.42
[7]
M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah volume 7. Hlm 431
[8]
Iman Jalaluddin
Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Jalalain jilid 2.hlm.
1135
[9]
Ibid.hlm 932
[10]
M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah volume 6.hlm. 342
waduh kenapa arabnya kok rusak
BalasHapus